Sabtu, 30 November 2013

sinopsis Rantau 1 Muara



Man Saara Ala Darbi Washala

Judul Buku  : Rantau 1 Muara
Penulis/ Pengarang : Ahmad Fuadi
Penerbit          : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit  : 2013
Tebal Buku  : 408 halaman


“Man Saara Ala Darbi Washala”
Siapa yang berjalan di jalannya, akan sampai ke tujuan.

Adalah mantra ketiga yang dimunculkan Ahmad Fuadi dalam buku ketiganya dari Trilogi Negeri 5 Menara. Setelah ia juga meraup sukses dengan buku keduanya, Ranah 3 Warna, kini penulis yang pernah bekerja sebagai wartawan TEMPO ini mencoba mengejutkan (lagi) pembacanya yang telah lama menantikan buku ketiganya. Alhasil, Mei 2013, buku ini terbit dengan cetakan pertamanya.


Bang Fuadi, sapaan akrabnya, masih menjadikan Alif sebagai tokoh utama dalam buku ini. Jikalau buku pertama berkisah tentang kehidupan di Pesantren, buku kedua tentang kehidupan di Amerika dan dibumbui sedikit kisah romantis, kini di buku Rantau 1 Muara ini penulis akan bercerita tentang kehidupan Alif semasa menjajal pekerjaan sebagai wartawan di salah satu media nasional. Tak ketinggalan, perjalanan Alif akan dibumbui kisah-kisah romantis ala penulis. Porsinya pun sedikit lebih banyak.

Berawal dari kehidupan Alif sepulang dari perjalanannya di luar negeri (dalam buku kedua), yang membuatnya bisa sedikit berbangga hati. Pasalnya, tulisan-tulisan yang selama ini dikirimkannya pun dibayar dengan honor yang cukup tinggi. Bahkan, karena tulisan-tulisannya, salah satu koran lokal memintanya untuk mengisi kolom khusus.

Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama. Gejolak politik dan masalah Krisis Moneter yang melanda Indonesia saat itu memaksa beberapa media untuk gulung tikar. Harga barang juga naik drastis. Kehidupan Alif sontak berubah, dari sejahtera menjadi tak sejahtera, yang membuatnya dikejar-kejar pula oleh debt collector.

Hal itu membuat Alif berpikir keras untuk mencari pekerjaan baru. Ia menemukannya. Berbekal kekonsitenannya menulis, ia diterima bekerja sebagai seorang wartawan Derap, salah satu media nasional ternama di Indonesia. Melalui pengalamannya sebagai seorang wartawan, ia banyak belajar dan bertemu orang-orang baru, termasuk Dinara yang menambat hatinya.

Dalam buku ini, tetap saja penulis masih “kekeuh” menunjukkan esensi pendidikannya. Sebagaimana ketika Alif berhasil memperoleh beasiswa Fullbright ke Amerika, dan mengharuskannya cuti selama dua tahun di Derap. Tentu saja, setting ceritanya ada yang bertolak dari Amerika, tepatnya Washington DC dan New York. Bahkan, di luar negeri pun Alif masih menjalani profesi wartawannya di salah satu jaringan berita Internasional.

Cara penulis dalam bertutur lewat buku ini tidak jauh berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Hanya pengemasan kisahnya saja yang dibuat berbeda. Sama halnya, penggambaran peta yang membantu pembaca dalam memahami lokasi-lokasi di dalam novelnya. Cukup menarik. Buku yang tentunya bisa menjadi bahan bacaan inspiratif bagi siapa saja yang ingin menggapai impiannya.

“Lif. Jangan bermain-main dengan hati perempuan. Hatinya dalam dan sensitive, bisa menghanyutkan dan menenggelamkan. Tapi juga tangguh, bisa menguatkan, menumbuhkan, dan menjelmakan mimpi-mimpi kita. Hati perempuan bisa memaafkan, tapi tidak bisa melupakan apa yang pernah singgah di pedalaman hatinya. Kalau tidak serius, jangan main-main.” (*)


*Imam Rahmanto

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

silakan bila anda yang pingin komentar, tetapi tolong pakai bahasa yang sopan