Sabtu, 09 November 2013

Ketika Cinta Pertamaku Harus Pergi




By : Elis Kalisma 


           Jarum jam sudah menunjukan pukul sembilan malam. Tapi mataku masih betah melihat layar computer. Maklum, aku sedang kerajingan facebook. Dan hari ini aku benar-benar hidup dalam dunia maya. Kata orang, di facebook bisa cari pacar. Tapi tujuanku bukan kesana. Aku ingin menambah teman dan menambah wawasan.
       Dan saat itulah aku terlibat pembicaraan dengan teman facebook ku. Dia seorang lak-laki. Namanya Rizky, Rizky Putra Pramana. Bisa dibilang dia sangat tampan menurutku. Dan pengetahuan tentang agamanya sangat bagus. Setiap malam aku suka chating dengannya. Dia amat nyaman di ajak ngobrol. aku mulai akrab dengannya. Dan mulai bertukar no. Hp.
Pada suatu hari aku pergi ke sebuah Mall yang ada di Cianjur. Ya… lebih detailnya, Hypermart lah… pasti sudah pada tahu. Aku pergi ke Bagian buku. Untuk melihat-lihat novel terbaru yang kalau bagus, mungkin akan aku beli. Saat aku sedang asyik memilih-milih novel, ada seseorang yang menepuk pundakku dari belakang. Ketika aku menengok ke belakang, aku melihat seorang laki-laki yang seumuran denganku sedang tersenyum padaku. Aku seperti mengenal dia, rambutnya sangat mirip dengan model rambut Jo Kwang Min idolaku. Dan yang paling aku kenal adalah senyumannya. Seperti pernah aku lihat.

“Hei… kamu Riffa kan, yang suka chatingan sama aku di facebook!” sapanya dengan ramah dan akrab.

“Hah? Kok tahu? Emang kamu siapa?” tanyaku dengan nada penasaran.

“Aku Rizky… masa gak inget sih! Kita kan pernah smssan!” lanjutnya dengan nada bicara yang begitu akrab.

“Oh… Rizky! Iya… iya… aku inget! Ternyata kamu orang Cianjur juga ya! Bisa bahasa Sunda dong! Pake bahasa sunda aja ya… biar lebih akrab!” Tuturku mencoba untuk mengenalnya lebih jauh.

“Aku gak lancar bahasa sunda! Soalnya aku bukan asli orang sunda. Kalo bisa pun dicampur sama bahasa Indonesia.” Jawabnya sambil tak lupa memberikan senyum manisnya. Ya Allah… hatiku jadi cenat-cenut.

“Oh… contohnya gimana tuh? Jadi penasaran aku. Hehehe…” tuturku dengan tawa jahil.

“misalnya gini, Eh, ini Riffa nya? Anu kemarin dina Facebook! Abdi Rizky… piraku tidak tahu!” Tutur Rizky. Aku tertawa mendengar bahasa sundanya yang tak beraturan. Jujur saja aku katakan. Dia tampan, baik, dan humoris. Ini pertama kali aku ngobrol dengan seorang laki-laki dengan begitu akrab. Karena biasanya aku hanya diam dan menutup diri. Untuk menghindar dari hal yang tak diinginkan.

Aku dan Rizky berjalan bersama sambil melihat-lihat buku-buku yang kelihatan menarik. Tapi sepertinya Rizky tidak suka dengan buku novel yang berbau percintaan. Dia malah lebih suka dengan buku-buku yang benuansa islami. Sementara aku bingung sendiri dengan apa yang aku suka.

Jujur saja aku merasa serba salah. Aku malu, tapi… ah! Entahlah. Dia selalu tersenyum saat melihatku. Kemudian dia kembali memerhatikan buku-buku. Aku hanya diam dan melihatnya mondar-mandir kesana-kemari. Hingga aku akhirnya tak memilih satu pun buku yang aku mau karena keasyikan melihat dia yang sedang asyik memilih buku. Aku hanya menunggunya. Hingga aku melihat dia melihat jam tangannya. Dan dengan sigap dia membawa tiga buah novel islami dan segera membayarnya.

Aku kemudian mengikutinya yang sepertinya sedang terburu-buru. Aku kemudian bertanya padanya.

“Rizky… kamu kenapa? Kok terburu-buru gitu sih? Ada urusan mendadak ya?” tanyaku penasaran.

“Enggak kok! Ini kan udah Dzuhur! Aku mau sholat. Kan gak boleh menunda waktu sholat!” Jawabnya. Aku merasa malu mendengar jawabannya. Aku sama sekali tak ingat dengan sholat. Sementara dia…. Hufh…

“Oh…” jawabku singkat. Aku sudah bingung mau bingung mau menjawab apa. Aku baru tahu, ternyata masih ada orang seperti ini di jaman sekarang.


“kamu mau sholat juga? Kalau mau ayo bareng kita ke mushola” tuturnya. Aku sih maunya ikut sholat dengannya. Tapi sayangnya, sudah ada yang menjemputku. Apa boleh buat? Aku harus segera pulang.

“Aku sih maunya gitu… tapi harus cepet pulang. Udah ada yang jemput aku tuh…” jawabku sambil menunjuk ke luar.

“Oh… Ok! hati-hati ya…. Sampai ketemu lagi….” Katanya. Aku pergi sambil sesekali menengok ke belakang. Dan aku melihat dia melambaikan tangannya. Dan pergi menuju mushola.

Aku pulang dangan membawa rasa yang tak menentu. Aku ingin mengenalnya lebih jauh. Ya Allah… apa yang aku rasakan sekarang? Apa ini yang namanya cinta? Tapi aku baru melihatnya pertama kali secara langsung. Tapi bukankah cinta bisa datang kapan saja? Ya… aku tahu, ini cinta! Da aku tak bisa menolaknya.

Dari sana, hubunganku bersama Rizky berlanjut. Kita sering telpon-telponan, smssan, dan sebagainya. Ya… hampir setiap ada kesempatan untuk bertemu, kami bertemu. Dan entah kenapa aku selalu senang saat berada di sampingnya. Tapi tak pernah sekali pun aku dan Rizky bersentuhan secara langsung. Dan itu bukan karena aku tak mau. Tapi ini karena dia. Dia selalu berkata “Kita Bukan Muhrim”. Dan itu bisa kumaklumi. Ini lah laki-laki yang sesungguhnya. Yang didambakan setiap wanita. Ya… bisa dibilang, Unlimited! Hahaha…


Setiap aku dan Rizky bertemu dan jalan bersama di suatu pusat perbelanjaan, Rizky selalu menawariku suatu barang. Tapi aku selalu berkata tidak mau. Aku terlalu malu untuk diberi, apalagi meminta. Hingga pada suatu saat Rizky marah padaku. Entah karena apa.

“kamu kenapa sih Fa? Gak pernah mau aku kasih sesuatu? Ini bukan kamu yang minta, tapi aku yang kasih ke kamu.” Kata Rizky dengan sedikit membentak. Sepertinya dia benar-benar marah.

“aku bukan gak mau Ky… aku bingung harus jawab apa kalau mama aku Tanya tentang asal-usul barang yang aku punya. Apa aku harus bilang ini dari kamu?” jawabku. Aku agak ragu untuk memberi jawaban itu.

“kenapa? Kamu malu nyebut nama aku depan orang tua kamu? Lebih baik jujur Fa… ayo lah.. aku hanya ingin memberi kamu satu buah kenang-kenangan” Tutur Rizky dengan serius.

“Maaf Ky… aku gak bisa! Dan gak akan pernah bisa! Sampai hubungan kita jelas.” Jawabku dengan nada bicara lebut yang mungkin nyaris tak terdengar.

“Apa hubungan kita gak jelas? Bukannya kita pacaran?” Jawab Rizky. Jawabannya membuatku tak percaya. Apakah ini benar terjadi, atau hanya sebuah ilusi perasaan. Tapi aku tak tahu harus berkata apa. Aku hanya terperangah tak percaya dengan apa yang dikatakan Rizky.

Dari sana kami tak bicara lagi. Aku hanya berdiam diri. Sementara Rizky, dia malah tersenyum sendiri di balik topi yang menutupi wajahnya yang……. Tampan….. Aku bertanya dalam hati, kenapa dia tersenyum sendiri? Tak tahu lah aku… dan sepertinya aku tak mau tahu juga. Aku rasanya marah, malu, tapi….. aku juga senang. Entah kenapa.
sesampainya di rumah, ada satu sms yang belum di baca. Ya! Dari Rizky… dari siapa lagi kalau bukan dia. Aku membacanya, dan aku kembali merasa malu saat membaca sms itu.

“Hai Riffa! Kenapa kau tadi? Malu? Kamu tahu kenapa aku berkata seperti itu? karena itulah caraku untuk mengungkapkan perasaan. Aku tak suka mengungkapkan perasaanku lewat sms, atau telpon! Aku lebih suka langsung. Terlihat lebih gentle bukan? Hehe… jadi gimana? Mau jadi pacar aku? Pacar yang solihah….”

Waw… isi smsnya sungguh mengejutkan. Aku tak menyangka Rizky yang terlihat cool. Memang benar-benar cool. Tak seperti teman lelakiku di sekolah. Beraninya cuman lewat sms. Aku berniat membalas sms dari Rizky! Tapi bagaimana membalasnya? Aku bingung.

“Benar kamu suka sama aku? Kenapa kamu suka sama aku? Padahal aku kan jelek. Kan banyak wanita yang lebih cantik dari pada aku. Pasti banyak juga cewek lain yang suka sama kamu.” Jawabku
Akhirnya kami terlibat percakapan dalam sms.

“kamu pikir kamu gak cantik? Kamu punya kaca gak?”


“punya dong” jawabku.

“pasti kaca yang nempel di lemari ya? Coba kamu berkaca di cermin iman. Kamu bisa liat kecantikan kamu yang sesungguhnya. Yang tak akan luntur tanpa make up. Dan satu lagi, kerudung kamu… itu menambah kecantikan kamu Fa…” balas Rizky.

“O ya? Aku gak percaya… karena aku gak pernah bercermin, gak pernah pake make up…” Jawabku singkat.

“itulah kecantikan kamu yang sebenarnya! Jadi gimana? Kamu terima aku?” Tanya Rizky. Dan lagi-lagi pertanyaan itu yang dilontarkannya.

“maunya kamu gimana?” tanyaku, sekaligus mengujinya.

“ya… maunya sih diterima… jadi…”

“jadi… itulah jawabannya!” Jawabku. Dan itu membuat jantungku berdegup kencang. Cukup lama Rizky membalas sms ku. Hingga akhirnya Ia membalas…

“ALHAMDULILLAH… udah dulu ya… aku mau sujud syukur dulu! Hehehe…” Jawabnya. Aku tertawa kecil membaca jawaban Rizky.sebegitu bersyukurkah dia?

Sejak saat itu. hidupku berubah. Aku yang semula malas untuk melaksanakan sholat, sekarang menjadi rajin. Karena selalu ada Rizky yang selalu mengingatkanku setiap datang waktu sholat. dan entah kenapa, Rizky selalu tahu ketika aku belum sholat. Rizky selalu mengingatkanku untuk sholat tahajud, sholat Dhuha, solat Istihoroh, dan solat sunah lainnya. Aku tahu, tak semua pacaran itu berdampak negative. Ya… seperti aku dan Rizky. Semuanya berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat positif.

Pada suatu hari, aku dan Rizky bertemu di Masjid Agung Cianjur. Ini pertemuan pertamaku dengan Rizky setelah aku menerima dia menjadi pacarku. Dan saat aku melihatnya yang baru datang dengan senyum lebar di bibirnya, aku melihat hal yang berbeda. Dia begitu pucat. Bibirnya biru dan sinar matanya redup. Sebenarnya apa yang terjadi dibalik senyuman ceria Rizky?

Aku dan Rizky mengobrol berdua di taman dekat Mesjid sambil sedikit bersenda gurau. Saat itu kami sangat menikmati suasana. Tapi aku masih menyimpan suatu pertanyaan. Sebenarnya apa yang terjadi pada Rizky? Wajahnya begitu pucat pasi. Hufh… aku takut sesuatu telah terjadi dan  membuat setetes air mata jatuh.

“Rizky… sebenarnya apa yang terjadi?” tanyaku yang sudah sangat merasa penasaran.

“Gak ada apa-apa! Aku gak ngerti deh maksud kamu apa! Apa ada yang beda sama aku?” Tanyanya.

“sangat berbeda! Lihat wajah kamu! Pucat. Dan kamu sangat berbeda hari ini. Biasanya buat lihat mata aku aja kamu gak mau, dan selalu ngomong “itu zina mata”! tapi sekarang kok kamu liatin aku terus sih?” jawabku sambil balik bertanya.

“memangnya tidak boleh kalau aku liatin kamu? Kenapa? Malu ya…. Cie….” Jawab Rizky yang sedikit membuatku malu.

“Huh… GR! Sok ganteng kamu!” jawabku.

“Sok ganteng? Emang aku ganteng kali! Kalau aku gak ganteng, mana mungkin kamu bisa suka sama aku! Hayooo… Hayooo…!” tutur Rizky dengan nada jahil.

“Huuuh… ke PD-an banget sih!” jawabku sambil memalingkan wajah.

“Ya udah kalo gak mau bilang aku ganteng! Aku sih mau bilang jujur aja… RIFFA.. KAMU CANTIK BANGET! DAN AKAN SELALU CANTIK DI MATAKU! SETIAP KEINDAHAN ADA PADA DIRIMU… hehehe…” lanjut Rizky.

“Iih…. Lebay… lebay… lebay… So Iyep!” jawabku dengan rasa malu.

“Eeeh… kemana tuh idungnya? Wah! Ternyata terbang gara-gara dipuji tuh… hahaha…” Tutur Rizky Membuatku semakin malu. Kami tertawa dan bersenda gurau bersama. Rizky tertawa ceria di tengah wajahnya yang terlihat pucat.


Hari ni sangat membuatku bahagia dan tak berhenti tersenyum. Tapi tawa ku terhenti ketika terbayang wajah risky yang pucat pada hari itu. aku tak hentinya merasa khawatir dan takut akan terjadi sesuatu.


Setiap hari aku dan Rizky tak pernah putus komunikasi. Rizky selalu menelponku setiap hari. Mengingatkan waktu sholat atau sekedar menyapa. Hal itu membuatku berpikir bahwa Rizky yang terbaik dan akan selalu  menjadi yang terbaik. Andai saja Rizky tak pernah masu dlam kehidupanku, mungkin aku masih menjadi Riffa yang dulu, yang malas beribadah.
Hingga pada suatu hari, saat aku dan teman-temanku sedang bersama-sama di Mall. Aku mendapat sebuah telpon dari no. yang tak aku kenal. Dan saat aku angkat, terdengar suara seorang ibu yang sepertinya sedang terburu-buru dan menyuruhku untuk datang ke suatu tempat.


“Assalamu’alaikum…” sapa nya.


“Wa’alaikum salam… dengan siapa ya?” jawabku sesopan mungkin.


“Ini benar dengan nak Riffa? Riffa Nuraini? Benarkan?” Tanya ibu itu berkali-kali.


“Iya… benar! Ini siapa ya?” tanyaku.


“Ini dengan ibunya Rizky… Rizky Putra Pramana! Kamu kenal kan sama anak ibu Itu? Ibu minta sekarang kamu datang ke rumah sakit. Rizky sedangg kritis dan terus memanggil nama kamu.” Jawabnya.


“Rizky? Kenapa Rizky? Apa yang terjadi?” tanyaku yang sudah merasa khawatir.


“Sudah lah nak… cepat datang ke rumah sakit sekarang…”


“tapi bu….”




TUT…TUT…TUT…TUT…




Belum pun aku selesai bicara, telponnya sudah di tutup. Aku pun segera pergi ke Rumah sakit dan meninggalkan teman-temanku. Aku sudah sangat khawatir dengan keadaan Rizky. Beribu tanda Tanya besar muncul di benaku.
Ketika aku sampai di rumah sakit, aku segera menuju kamar Rizky. Dan ketika aku sampai, aku terkejut ketika melihat Rizky yang tergolek lemah di tempat tidur. aku hampir meneteskan air mata. aku tak tahu harus bagaimana. Langkahku terhenti melihat keadaan Rizky yang baru kemarin aku lihat begitu ceria dan tertawa lepas. Apa yang terjadi begitu sulit untuk di tebak.


Aku menghampiri Rizky dan hendak memegang tangannya. Tapi Rizky melarangku dengan suara yang lemah.


“Jangan pegang tangankuuu… kita bukan Muhrim…” Jawab Rizky dengan suara yang lemah dan nyaris tak terdengar. Aku akhirnya ha nya duduk di samping tempat tidur Rizky sampil melihat wajahnya yang terlihat semakin pucat. Lebih pucat dari kemarin.


“sebenarnya apa yang terjadi Ky? Kenapa kamu gak pernah ngomong?” tanyaku yang hampir berlinang air mata.


“Aku… aku… Aku kanker otak! Sudah stadium empat!” jawab Rizky dengan murung.


“Kan… kanker otak? Stadium empat? Terus kenapa kamu gak pernah ngomong sama aku?” tanyaku yang sudah tak bisa menahan tangis.


“A… aku takut kalo aku jujur, kamu gak mau terima cinta aku Fa… aku minta maaf! Aku… aku… terima kalau kamu mau putusin aku setelah lihat kondisi aku yang seperti ini!” tutur Rizky yang semakin membuatku menangis.


“mana mungkin aku bisa ninggalin kamu Ky? Aku bukan perempuan seperti itu!” jawabku.
Aku menagis di samping Rizky. Aku begitu tak menyangka, Rizky yang ceria dan selalu tersenyum, memiliki penyakit seperti ini. Dan berperang melawan rasa sakitnya dengan senyuman. Mulai hari ini aku bertekad. Aku akan elalu menemani Rizky di saat-saat seperti ini.
Setiap hari aku datang ke Rumah sakit dan menghibur Rizky yang penyakitnya kian hari kian parah. Aku tak pernah melewatkan sehari pun tanpa mengunjungi Rizky di rumah sakit. Dan Rizky amat senang dengan kedatanganku. Begitu pun dengan ke dua orang tuanya yang bisa melihat Rizky kembali tersenyum. Tapi suatu hari, Rizky meminta hal yang aneh.


“Fa… kamu sayang kan sama aku?” Tanya Rizky.


“Tentu saja….” Jawabku dengan senyuman.


“Kalau begitu, kita bertanding ya… coba satu hari, kita gak berhubungan sama sekali, jangan telpon, jangan kunjungi aku di rumah sakit dalam satu hari. Buat nunjukin rasa cinta kamu ke aku. Dan malam ini kamu boleh pegang tangan aku sesuka kamu.” Tutur Rizky.


“Oh ya! Kan bukan Muhrim… hehe…” jawabku jahil.


“Hmm… Jadi gimana, kamu terima tantangan aku?” lanjut Rizky sambil  cemberut. Tapi aku memegang tangannya dan merasakan lembutnya tangan Rizky yang terasa amat dingin.


“OK! siapa takut! Di mulai dari kapan?” Tanya ku.

“dari sekarang!” Jawabnya.

“OK! kalau gitu aku pulang sekarang. Dan gak bakalan telpon kamu! Dah…” aku pun pergi seraya memenuhi kemauan Rizky. Rizky memberikan senyumannya seraya mengantar aku pergi.


Malamnya, aku tak bisa tidur. aku terus memikirkan Rizky! Aku tak bisa tidak menelponnya semalam saja. Tapi, jika aku menelponnya, nanti dia berpikir aku tak mecintainya. Akhirnya aku mengurungkan niatku untuk menelpon Rizky.


Hingga pada pagi hari saat aku  baru bangun, aku mendapat sebuah sms yang menyuruhku untuk segera datang ke rumah sakit. Aku pun segera pergi ke rumah sakit. Kebetulan hari ini adalah hari Minggu. Aku datang ke Rumah sakit dengan hati yang senang. Karena aku berhasil menerima tantangan dari Rizky. Yaitu tidak menghubunginya dan gak ketemu selama sehari. Aku tak berhenti memasang senyum.

Namun, saat sampai dii rumah sakit, senyumanku hilang. Aku melihat seseorang sudah terbujur kaku di atas tempat tidur. tapi aku tak mau jika itu adalah Rizky. Aku bagaikan mendapat tamparan yang tak bisa aku tahan. Aku melihat Rizky telah terbujur kaku. Aku tak bisa menahan air mataku. Aku berlari menghampiri jasad Rizky. Aku tak percaya ini harus terjadi padaku. Aku sudah terlanjur mencintai Rizky.  Dan sulit untuk menghilangkan perasaan ini. Aku melihat orang tua Rizky menagis di samping jasadnya.


“Dek… ini ada surat dari almarhum…!!!” kata seorang suster sambil memberikan secarik surat. Aku mulai membacanya. Dan air mataku pun semakin membasahi pipiku.


“Riffa…. Selamat ya… kamu berhasil memecahkan tantangan aku dengan gak menghubungi aku semalaman kemarin dan kita gak ketemu selama sehari kemarin. Dan kamu telah membuktikan cinta kamu sama aku! Sekarang kamu bisa kan lakuin itu tiap hari? Hidup tanpa ada aku… jangan lupa sholat ya sayang… aku cinta sama kamu… aku yakin kamu bisa! Karena kamu wanita yang tegar! Satu pesan aku, jangan lepasin kerudung kamu ya…. Aku cinta sama kamu Riffa… aku tunggu kamu di pintu surga! Kamu pacar pertamaku, dan telah jadi yang terkahir! Tutp matamu, dan ingat selalu aku di dalam hatimu.”



Aku tak bisa menahan air mataku. Aku masih ingat saat Rizky memegang tanganku kemarin. Dan itu adalah kali pertama dan terakhir Rizky memegang tanganku. Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya agar Rizky bisa hidup kembali jika bisa. Tapi aku tak bisa. Aku tak bisa melawan sekenario Tuhan yang begitu indah.

RIZKY… RIZKY PUTRA PRAMANA!!! CINTA PERTAMAKU… KENAPA KAU HARUS PERGI BEGITU CEPAT? SANGGUP KAH AKU HIDUP TANPAMU?...

AKU HANYA BISA MENANGISI KEPERGIANMU. DAN SELALU MENYIMPAN SENYUMMU DI HATIKU. CINTAMU AKAN ABADI HIDUP DALAM HATIKU. DAN CINTAKU PADAMU TAK AKAN PERNAH HILANG DIMAKAN WAKTU. SUATU SAAT, KITA AKAN BERTEMU LAGI, DI SURGA ABADI…

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

silakan bila anda yang pingin komentar, tetapi tolong pakai bahasa yang sopan